TREND SISTEM
INFORMASI ATAU TEKNOLOGI INFORMASI DALAM BIDANG MEDIA / NEW MEDIA
1. Manfaat Media
Dibawah ini merupakan manfaat dari TI atau SI dalam bidang media/ new media antara lain, mencakup beberapa bidang, yaitu:
- Bidang
Sosial, Dalam bidang
ini masyarakat menggunakan berbagai macam jejaring sosial yang sekarang di
minati masyarakat seperti facebook, twitter, skype, yahoo messenger, my
space, dan sebagainya. Dalam bidang media sosial ini perkembangan
teknologi informasi dapat memberikan banyak sekali manfaat, salah satunya
adalah dapat mempertumakan individu dengan orang baru, dan menambah relasi
antar individu. Dengan menggunakan jejaring sosial ini kita dengan mudah
dapat menjalin komunikasi dengan semua user dibelahan dunia manapun.
- Bidang
Industri/Dagang, Dalam
bidang ini memudahkan bagi siapa pun yang ingin menawarkan/mempromosikan
produk tertentu sehingga tidak susah susah untuk membuka toko dan promosi
langsung didepan konsumen, melalui new media pedagang dapat mempromosikan
produk nya melalui membuka online shop, bisa melalui facebook, twitter
atau kaskus.
- Bidang
Pendidikan, Dalam
bidang ini sangat memudahkan bagi pelajar maupun pengajar dalam
mendapatkan materi yang diinginkan dan dapat mengeksplor pikiran dan bahan
pelajaran di sekolah mereka dengan mengakses informasi lebih luas dalam
setiap mata pelajaran. Bisa melalui search engine kita bisa mendapatkan
segala informasi, atau dengan fasilitas E-book, fasilitas email juga bisa
membantu dalam proses menyelesaikan tugas atau saling tukar
informasi.
- Bidang
Lowongan Kerja,
Dalam bidang ini bagi yang ingin mencari pekerjaan cukup searching di
internet lalu mendaftar secara online bahkan bisa mengikuti tes masuk
secara online juga, sehingga tidak perlu lagi datang dari kantor ke kantor
menaruh cv lamaran kerja.
2. Tantangan new media
Sejarah panjang perjalanan media massa di dunia mencatat, tantangan media massa
dari zaman ke zaman mengalami pasang surut. Bagaiman kita mengetahui dalam abad
pertengahan di Eropa, kehidupan media terkungkung oleh kekuasaan pemerintah
monarki yang absolut. Abad 16 adalah abad kegelapan, dimana kekuasaan tentang
kebenaran hanya di miliki oleh segelintir orang bijaksana, dan media harus
mejadi corong-corong kekuasaan absolut tanpa kritik ( Authoritarian Theory ).
Teori pers otoriter ini berinkarnasi pasca revolusi Oktober 1917 di Uni Soviet
dengan kemasan yang berbeda tapi dengan isi yang sama. Akarnya adalah kekuasaan
yang otoriter dalam bentuk partai Komunis. Pers harus melayani dan menjadi alat
kekuasaan partai tanpa kebebasan.
Di Indonesia, media massa jaman Orde Lama sewaktu Presiden Soekarno berkuasa,
kehidupan pers kita tumbuh didalam kungkungan sistem pers otoriter yang
terselubung. Berita tidak lagi semata-mata menarik, tetapi harus memiliki
tujuan yang sejalan dengan cita-cita bangsa untuk menyelesaikan revolusi
nasional. Di samping diberlakukanya lembaga SIT ( Surat Izin Tjetak ),
pembredelan dan pembrangusan terus berjalan terhadap penerbitan-penerbitan pers
yang tidak sejalan dengan politik pemerintah. Selama sistem demokrasi terpimpin
dibawah kekuasaan Soekarno, kebebasan pers benar-benar terpasung. Kebebasan
pers hanya merupakan angan-angan, setiap harinya surat kabar hanya memuat
pidato-pidato para pejabat. Politik seakan-akan wilayah yang hanya boleh
dijamah dengan kepala tertunduk. Jika suatu berita politik dianggap tidak
menguntungkan pemerintah, bisa saja berita tersebut dikategorikan sebagai anti
revolusi, mengancam keselamatan negara, atau subversif.
Jaman Orde Baru dibawah kepemimpinan Jendral Soeharto, kehidupan pers Indonesia
berubah dari sistem pers otoriter terselebung menjadi sistem pers otoriter yang
terang-terangan. Pers kita terpasung dan menjadi “ Pak Turut “. Orde Baru
membuat rambu-rambu untuk membatasi kebebasan pers seperti SIUPP ( Surat Izin
Untuk Penerbitan Pers ) untuk penerbitan pers dan sensor terhadap pemberitaan
pers. Tidak cukup sampai disitu saja, pers kita juga dihantui praktek instansi
militer yang sewaktu-waktu “ meminta “ ditangguhkannya pemuatan berita hanya
melalui telepon. Jika suatu media tidak memetuhi “ permintaan “ ini, maka
pemerintah dapat mencabut SIUPP media bersangkutan. Dibawah rezim Orde Baru,
pemerintah Indonesia benar-benar menganut siaten pers otoriter yang keras sekeras
pemerintah rezim sebelumnya.
Sekarang jaman telah berubah,” wind of the change” ( angin perubahan ) telah
memberi nafas kebebasan bagi media massa di Indonsia. Akan tetapi pers kita
bukannya tidak punya tantangan, kedepan justru tantangan media massa di
Indonesia, bahkan diseluruh penjuru dunia semakin berat dan kompleks.
Ada beberapa tantangan bagi perkembangan media massa kedepan. Kita katogerikan dalam beberapa identifikasi, yaitu :
Ada beberapa tantangan bagi perkembangan media massa kedepan. Kita katogerikan dalam beberapa identifikasi, yaitu :
2.1 Perubahan Sosial dan Budaya massa
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat
serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana tingkat
kehidupan masyarakat secara suka rela atau dipengaruhi unsur-unsur eksternal
meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama kemudian
menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem
sosial yang baru.
Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk
meninggalkan unsur-unsur budaya dan nilai sosial lama dan mulai beralih
menggunakan unsur-unsur budaya dan nilai sosial yang baru. Perubahan sosial
dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik
pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, negara, dan dunia yang mengalami
perubahan.
Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek sebagai
berikut, perubahan pola pikir masyarakat, perilaku masyarakat dan perubahan
budaya materi. Pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat menyangkut
persoalan masyarakat terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya disekitarnya
yang berakibat terhadap pemetaraan pola-pola pikir baru yang dianut
masyarakat sebagai sebuah sikap modern, bahkan postmodern. Kedua, perubahan
perilaku masyarakat menyangkut persoalan perubahan sistem-sistem sosial, dimana
masyarakat meninggalkan sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru,
seperti perubahan perilaku pengukuran kinerja suatu lembaga atau instansi.
Ketiga, perubahan budaya materi menyangkut perubahan artefak budaya yang
digunakan oleh masyarakat, seperti model pakaian, teknologi, termasuk teknologi
informasi dan sebagainya.
Dalam teori komunikasi massa, ada teori yang populer yang disebut Hypodermic
Needle Theory, yaitu kondisi yang memposisikan media massa sebagai sesuatu yang
sangat kuat pengaruhnya kepada audiens. Lebih lanjut teori ini mengasumsikan
bahwa para pengelola media dianggap lebih pintar dari audiens. Cara kerja media
massa dalam menyajikan informasi secara langsung dan kuat memberi rangsangan
atau berdampak kuat pada diri khalayak. Teori ini juga dikenal sebagai teori
peluru ( bullet theory ), artinya pesan yang dikirim media massa akan mengenai
sasaran yakni penerima pesan, seperti peluru yang mengenai sasaran.
Para peneliti ilmu sosial di masa yang lalu sangat meyakini teori ini sangat
efektif untuk mengendalikan massa. Audiens bisa dikelabui sedemikian rupa dari
apa yang disiarkan media massa. Teori ini juga mengasumsikan media massa
mempunyai pemikiran bahwa khalayak bisa ditundukkan sedemikian rupa atau bahkan
bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media. Jasson dan Anne Hill
(1997 ), mengatakan, media massa dalam teori Jarum Hipordemik mempunyai efek
langsung “ disuntikan “kedalam ketidaksadaran audiens. Posisi media dianggap
sebagai kekuatan aktif yang powerfull dan khalayak dalam posisi pasif.
Perubahan sosial masyarakat yang begitu cepat dan massif seperti yang
dijelaskan diatas, sangat keliru jika praktisi media massa masih bersikukuh
memegang asumsi teori hipormedik. Secara teori Herber Blumer dan Elihu Katz
dalam bukunya The Uses on Mass Communications : Current Perspective on
Grafication Reseach ( 1974 ), mengenalkan Uses and Gratification Theory sebagai
antitesa dari teori Hipordemik.
Teori ini mengatakan bahwa pengguna media massa memainkan peran aktif untuk
memilih dan menggunakan media massa, khalayak adalah pihak yang aktif dalam
proses komunikasi. Audiens berusaha mencari sumber media yang paling baik
didalam usaha memenuhi kebutuhannya. Uses and Gratification atau kegunaan dan
kepuasan mengasumsikan pengguna mempunyai pilihan-pilihan alternatif media mana
yang dapat memuaskan kebutuhannya.
Teori usus and gratification lebih menekankan pendekatan manusiawi dalam
melihat media massa. Manusia mempunyai otonom, wewenang, kemerdekaan untuk
memperlakukan media massa. Blumer dan Katz percaya banyak jalan dan beribu
alasan bagi khalayak mempunyai kebebasan untuk memilih, memilah dan
menggunakan media massa dan bagaimana dampaknya bagi mereka sesuai dengan
kepuasan dan kebutuhannya.
Dalam sebuah seminar tentang media dan komunikasi di era digital yang
disele-nggarakan “ Australian Education International “ Kedubes Australia di
Jakarta, kamis 22 mei 2008, dan dihadiri lebih dari 160 akademisi, pakar,
perwakilan kalangan profesional. Pembicara Prof. Lynette Sheridan Burns
mengatakan “ Saat ini pemirsa tidak lagi merasa puas hanya menerima informasi.
Mereka ingin berinteraksi dan melakukan hal tersebut secara serentak (
real time ) dengan menggunakan teknologi bergerak “. Selanjumya Ketua Jurusan
Komunikasi Universitas Sidney Barat menambahkan, “ Transformasi ini berarti
kita berpindah dari zaman transmisi satu arah ke zaman baru perbincangan dua
arah dan mengubah sifat serta tujuan komunikasi itu sendiri “.
2.2 Perkembangan Teknologi Media Massa
Belum banyak buku yang secara implisit era terakhir sejarah evolusi teknologi
informasi. Faktanya fenomena perkembangan dibidang teknologi informasi (
komputer dan telekomunikasi ) sejak pertengahan 1980-an sangat pesatnya.
Ketika sebuah seminar internasional mengenai internet diselenggarakan di San
Fransisco pada tahun 1996, para praktisi teknologi informasi yang dahulu
bekerja sama dalam penelitian untuk memperkenalkan internet ke dunia industri
pun secara jujur mengaku bahwa mereka tidak pernah menduga perkembangan
internet akan seperti sekarang ini.
Ibarat biji pohon ajaib yang ditanam tiba-tiba tumbuh membelah diri menjadi
pohon raksasa yang tinggi menjulang. Para ahli kesulitan untuk menemukan teori
yang dapat menjelaskan semua fenomena yang terjadi sejak awal tahun 1990-an,
mereka hanya mampu menyimpulkan fakta bahwa :
- Tidak
ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi.
Keberadaanya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal
flow of information. Tidak ada negara yang mampu mencegah mengalirnya
informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan negara tidak
dikenal dalam dunia maya. Maka dunia ini sekarang disebut the global
villlage, sebuah desa global atau desa besar yang penghuninya saling kenal
dan saling menyapa satu sama lain.
- Kenyataan
bahwa lingkungan bisnis sering berubah dan perkembangannya sangat dinamis,
hal yang paling memusingkan kepala para pimpinan dan manajemen perusahaan.
Kompetisi menjadi sangat ketat, ditambah faktor eksternal lain, seperti
politik ( demokrasi ), ekonomi ( krisis ), dan sosial budaya ( reformasi
), yang secara tidak langsung menghasilkan kebijakan dan
peraturan-peraturan baru yang harus ditaati oleh perusahaan. Contoh
undang-undang ITE, RUU Rahasia Negara yang sedang digarap oleh
DPR. Secara operasional, hal ini sangat menyulitkan para praktisi
teknologi informasi dalam menyusun sistemnya.
Straubhaar ( 2009 ) dalam bukunya Media Now, yang dikutip Kompas menunjukkan
fenomena terkini dari perkembangan media, antara lain ditandai kehadiran
teknologi multimedia. Perkembangan inovatif bidang TI dan komunikasi
bukan hanya menantang produk dan layanan yang lebih dulu ada dipasar. Teknologi
ikut mempengaruhi gaya hidup masyarakat, termasuk dalam pola konsumsi media,
seperti beralihnya pembaca surat kabar cetak ke media online. Media baru ini
bukan hanya lebih mudah diakses tetapi juga lebih murah serta cepat karena
dapat diakses lewat telepon seluler.
Dari data yang dirilis Newspaper Association of Amerika pada tahun 2008,
terjadi kenaikan jumlah pengunjung surat kabar online 12,1 persen. Pada tahun
2007 jumlah pengunjung surat kabar online 60 juta dan pada tahun 2008 meningkat
menjadi 67,3 juta. Situs surat kabar nama besar yang paling banyak diakses,
seperti The New York Times, USA Today, The Washington Post.
2.3 Krisis Finansial Global
Badai krisis keuangan di Amerika Serikat sejak tahun 2007, berkembang menjadi
krisis ekonomi global, telah menyeret industri surat kabar negara itu menjadi
bangkrut. Stop terbit, pengurangan tenaga kerja, redesain pun terjadi. PHK
besar-besaran tidak dapat dihindarkan, dari Juni 2007 hingga Mei 2009 jumlah
karyawan yang kena PHK telah mencapai 28.177 orang.
Krisis ekonomi juga menghantam industri periklanan, ironisnya periklanan selama
ini menjadi tulang punggung keuangan surat kabar. Pada tahun 2006 jumlah total
pendapatan iklan industri surat kabar di Amerika mencapai 49,5 miliar dolar AS,
tahun 2008 anjlok 23 persen menjadi 38 miliar dolar AS. Nilai saham perusahaan
surat kabar di bursa saham juga menurun dratis.
Media online Vivanews tanggal 17 Maret 2009, merilis satu lagi surat kabar AS
tumbang terkena badai krisis ekonomi. Harian The Seatlle Post-Intelligencer,
Senin 16 Maret 2009 mengumumkan mereka akan menerbitkan edisi cetak terakhir
Selasa 17 Maret 2009 waktu setempat dan selanjutnya hanya terbit lewat
internet. Surat kabar yang berdiri 1863 dengan nama Seatlle Gazette oplah
hariannya mencapai 114.000 eksemplar. Harian ini menyatakan terpaksa
menghentikan peredaran edisi cetaknya karena terus merugi sejak tahun 2000 dan
kehilangan US$ 14 juta pada tahun 2008.
“ Post-Intelligencer akan menjadi media cetak terbesar AS yang berubah ke edisi
online, “ kata pengelola dalam halaman resminya seperti yang dikutip harian The
Straits Times edisi Selasa, 17 Maret 2009. Seperti harian AS lainnya,
Post-intelligencer berjuang mengatasi kehilangan pendapatan dari iklan,
penurunan sirkulasi, dan pembaca yang beralih ke media gratis selama beberapa
tahun terakhir. Kompas edisi Minggu 28 Juni 2009, memberitakan kabar terakhir
dari manajemen The Boston Globe tengah berunding dengan serikat pekerja terkait
rencana pemotongan gaji karyawannya.
3. Elemen Media
3.1 Komunikator
Komunikator dalam komunikasi massa berbeda dengan komunikator pada komunikasi
interpersonal. Perbedaannya terletak pada pengiriman pesan. Dalam komunikasi
interpersonal, komunikator dapat langsung mengirimkan pesan kepeda komunikan
namun dalam komunikasi massa pengirim pesan merupakan institusi atau lembaga
yang bekerja sama agar pesan dapat sampai kepada komunikan.
Menurut Hiebert, Ungurait dan Bohn
komunikator memiliki 3 sifat yaitu costliness yang berarti setiap pesan yang
disampaikan kepada komunikan membutuhkan biaya. Complexity, sebelum pesan dapat
dinikmati terdapat proses atau alur yang panjang yang melibatkan banyak orang
di dalamnya. Compertiveness, adanya kompetisi yang terjadi antar media.Hiebert,
Ungurait, dan Bohn (HUB) pernah mengemukakan setidak-tidaknya lima
karakteristik:
- Daya
saing (competitiveness),
- Ukuran
dan kompleksitas (size and complexity),
- Industrialisasi
(industrialization),
- Spesalisasi
(specialization),
- Perwakilan
(representation)
3.2 Pesan
Pesan terdiri atas Code dan Content.
Code merupakan simbol yang
digunakan untuk menyampaikan pesan komunikasi,misalnya:
kata-kata lisan, tulisan, foto, musik, dan film (moving picrures). Pada
dasarnya dalam komunikasi massa media baru, sifat isi pesannya sama dengan
media lama. Yaitu beebentuk pesan audio dan visual. Yang membedakan hanyalah
media yang digunakan dalam penyampaian pesan tersebut. Content adalah isi atau
makna dari suatu pesan, bagi setiap media massa mempunyai kebijakan
sendiri-sendiri dalam pengelolaan isinya. Isi atau content dari komunikasi
massa media baru secara umum hampir sama dengan media lama. Tetapi di sini,
aspek hubungan juga memiliki peran yang setara dengan aspek isinya. Selain itu,
pesan dalam komunikasi massa media baru dalam jumlah yang banyak, dapat
dimampatkan dalam sebuah media yang praktis.
3.3 Audience
Audience yang dimaksud dalam komunikasi massa
sangat beragam, dari jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku, majalah,
koran atau jurnal ilmiah. Masing-masing audience berbeda satu sama
lain di antaranya dalam hal berpakaian, berpikir, menanggapi pesan yang
diterimanya, pengalaman, dan orientasi hidupnya. Akan tetapi, masing-masing
individu bisa saling mereaksi pesan yang diterimanya.
Menurut Hiebert dan kawan-kawan, audience dalam komunikasi massa
setidak-tidaknya mempunyai lima karakteristik sebagai berikut:
- Audience
cenderung berisi
individu-individu yang condong untuk berbagi pengalaman dan dipengaruhi
oleh hubungan sosial di antara mereka. Individu-individu tersebut memilih
produk media yang mereka gunakan berdasarkan seleksi kesadaran.
- Audience
cenderung besar. Besar disini
berarti tersebar ke berbagai wilayah jangkauan sasaran komunikasi massa.
- Audience
cenderung heterogen. Mereka
berasal dari berbagai lapisan dan kategori sosial. Beberapa media tertentu
mempunyai sasaran, tetapi heterogenitasnya juga tetap ada.
- Audience
cenderung anonim, yakni tidak
mengenal satu sama lain.
- Audience
secara fisik dipisahkan dari
komunikator.
3.4 Umpan Balik
Ada dua umpan balik (feedback) dalam komunikasi, yakni umpan balik
langsung (immediated feedback) dan tidak langsung (delayed feedback).
Umpan balik langsung terjadi jika komunikator dan komunikan berhadapan langsung
atau ada kemungkinan bisa berbicara langsung. Umpan balik secara tidak
langsung, misalnya bisa ditunjukkan dalam letter to the editor/surat
pembaca/pembaca menulis. Jika pada komunikasi lain umpan balik terjadi langsung
saat komunikator berhadapan dengan komunikan, namun pada komunikasi massa,
umpan balik terjadi secara tidak langsung dan membutuhkan waktu untuk sampai
kepada komunikator.
3.5 Gangguan
- Gangguan
Saluran
Gangguan
dalam saluran komunikasi massa biasanya selalu ada. Di dalam media gangguan
berupa sesuatu hal, seperti kesalahan cetak, kata yang hilang, atau paragraf
yang dihilangkan dari surat kabar. Gangguan juga bisa disebabkan oleh faktor
luar. Misalnya, sepanjang menonton acara televisi atau membaca koran ada dua
pasang anak-anak yang sedang berkelahi. Instrupsi orang lain ketika kita
membaca majalah juga termasuk gangguan. Salah satu solusi untuk mengatasi
adanya gangguan terhadap saluran (misalnya) adalah pengulangan cara yang
disajikan. Cara lain untuk mengatasi gangguan adalah dengan mempertajam saluran
komunikasi massa. Misalnya, menghindari munculnya gangguan gelombang pada radio
dengan meningkatkan kulitas teknologi yang digunakannya, memperpanjang daya
hidup baterai, mengoreksi secara detail kesalahan cetak paragraf pada surat
kabar sebelum dicetak atau membersihkan kotoran pada layar televisi.
- Gangguan
Semantik
Semantik
bisa diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari tentang tata kalimat. Oleh
karena itu, gangguan semantik berarti gangguan yang berhubungan dengan bahasa.
Gangguan semantik lebih rumit, kompleks, dan sering kali muncul. Bisa
dikatakan, gangguan semantik adalah gangguan dalam proses komunikasi yang
diakibatkan oleh pengirim atau penerima pesan itu sendiri. Di dalam komunikasi
antarpersona, kita telah mengetahui gangguan semantik seperti kendala bahasa,
perbedaan pendidikan, status sosial ekonomi, tempat tinggal, jabatan, umur,
pengalaman, dan minat. Hambatan semantik dalam komunikasi massa berbeda, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif dari hambatan yang terjadi pada komunikasi
antar pesona.
3.6 Gatekeeper
Istilah gatekeeper ini pertama kali dikenalkan oleh Kurt Lewin dalam
bukunya Human Relations (1947), seorang ahli psikologi dari Australia
pada tahun 1947. Kata tersebut merupakan sebuah istilah yang berasal dari
lapangan sosiologi, tetapi kemudian digunakan dalam lapangan penelitian
komunikasi massa.
Di dalam komunikasi massa dengan salah satu elemennya adalah informasi, mereka
yang bertugas untuk memengaruhi informasi itu (dalam media massa) bisa disebut
dengan gatekeeper. Hal itu juga bisa dikatakan, gatekeeper lah
yang memberi izin bagi tersebarnya sebuah berita.
Secara umum, peran gatekeeper sering dihubungkan dengan berita,
khususnya surat kabar. Editor sering melaksanakan fungsi sebagai gatekeeper
ini. Mereka menentukan apa yang dibutuhkan khalayak atau sedikitnya menyediakan
bahan bacaan untuk pembacanya. Seoranggatekeeper bisa juga seorang
produser film yang mengedit gambar dari gambar aslinya, menyensor, dan
sekaligus mana bagian yang tidak sesuai.
3.7 Pengatur
Yang dimaksud pengatur dalam media massa adalah mereka yang secara tidak
langsung ikut memengaruhi proses aliran pesan media massa. Pengatur ini tidak
berasal dari dalam media tersebut, tetapi diluar media. Namun demikian,
meskipun diluar media massa, kelompok itu bisa ikut menentukan kebijakan
redaksional. Pengatur tersebut antar lain pengadilan, pemerintah, konsumen,
organisasi professional, dan sekelompok penekan, termasuk narasumber, dan
pengiklanan. Semua itu berfungsi sebagai pengatur. Pengatur bukanlah gatekeeper.
Wilayah gatekeeper di dalam memengaruhi secara langsung kebijakan media.
Sementara itu, pengatur itu di luar media biasanya masyarakat atau pemerintah,
tetapi secara tidak langsung ikut memengaruhi kebijakan media.
3.8 Filter
Filter adalah kerangka pikir melalui mana audience menerima pesan.
Filter ibarat sebuah bingkai kacamat tempat audience bisa melihat dunia.
Hal ini berarti dunia riil yang diterima dalam memori sangat tergantung dari
bingkai tersebut. Ada beberapa filter, antara lain fisik, psikologi, budaya
(warisan budaya, pendidikan, pengalaman kerja, sejarah politik), dan yang
berkaitan dengan informasi. Semua filter tersebut akan memengaruhi kuantitas
atau kualitas pesan yang diterima dan respons yang dihasilkan. Sementara itu, audience
memiliki perbedaan filter satu sama lain (Hiebert, Ungurait, dan Bohn 1985).
Contohnya : Media baru yang tidak memiliki batasan alias globalisasi membuat
masyarakat menjadi lebih cepat melakukan revolusi atau perubahan sehingga
mempengaruhi pola kehidupan masyarakat tersebut. Selain itu pada media baru
cenderung terjadi westernisasi dan modernisasi. Jadi filter disini tidak
terlalu berperan karena tidak ada lagi batas ruang dan waktu.
4. Contoh Studi Kasus Meningkatkan
Peringkat di Search Engine Google
Optimisasi
mesin pencari (Search Engine Optimization, biasa disingkat SEO) adalah
serangkaian proses yang dilakukan secara sistematis yang bertujuan untuk
meningkatkan volume dan kualitas trafik kunjungan melalui mesin pencari menuju
situs web tertentu dengan memanfaatkan mekanisme kerja atau algoritma mesin
pencari tersebut. Tujuan dari SEO adalah menempatkan sebuah situs web pada
posisi teratas, atau setidaknya halaman pertama hasil pencarian berdasarkan
kata kunci tertentu yang ditargetkan. Secara logis, situs web yang menempati
posisi teratas pada hasil pencarian memiliki peluang lebih besar untuk
mendapatkan pengunjung.
Sejalan dengan
makin berkembangnya pemanfaatan jaringan internet sebagai media bisnis,
kebutuhan atas SEO juga semakin meningkat. Berada pada posisi teratas hasil
pencarian akan meningkatkan peluang sebuah perusahaan pemasaran berbasis web
untuk mendapatkan pelanggan baru. Peluang ini dimanfaatkan sejumlah pihak untuk
menawarkan jasa optimisasi mesin pencari bagi perusahaan-perusahaan yang
memiliki basis usaha di internet.
Bisnis dan
layanan SEO berkembang pesat seiring dengan pertumbuhan web, yang menyebabkan
sebuah situs harus berusaha lebih keras agar alamatnya lebih mudah ditemukan
pengunjung di antara jutaan alamat situs lain dari seluruh dunia yang menjadi
kompetitornya. Mesin pencari merupakan pintu masuk utama, karena pengguna
internet tidak lagi sanggup menghafalkan jutaan situs web, dan sebagai gantinya
mereka mengandalkan hasil pencarian dari Google, Yahoo!, Bing, dan mesin
pencari lain.
Berada pada
posisi teratas atau setidaknya halaman pertama hasil pencarian untuk subjek
tertentu memberikan keuntungan anda bagi perusahaan pemasaran via internet:
- Peluang calon pelanggan mengunjungi situs web mereka
menjadi lebih besar. Hal tersebut dapat berlanjut pada meningkatnya
tingkat konversi dari pengunjung biasa menjadi pembeli.
- Berada pada peringkat pertama hasil pencarian
memberikan citra dan reputasi yang baik bagi sebuah situs di mata
pengunjung.
Mesin pencari
pada umumnya tidak mencari keuntungan secara langsung dari hasil pencarian
organik. Pendapatan usaha mereka diperoleh dari iklan yang ditampilkan pada
bagian atas atau samping hasil pencarian organik tersebut. Perusahaan yang
kurang berhasil menerapkan strategi SEO sehingga alamat situsnya tidak berada
pada posisi teratas dalam hasil pencarian organik masih dapat memperoleh
pengunjung dengan beriklan pada mesin pencari tersebut.
Pada Google,
pemasangan iklan dapat dilakukan melalui Google AdWords. Google AdWord
menerapkan mekanisme pay per click atau bayar per klik, artinya untuk setiap
iklan yang diklik oleh pengunjung, pemasang iklan akan dikenakan biaya, yang
besarnya berbeda-beda tergantung pada proses lelang (bidding) katakunci yang
dilakukan oleh pemasang iklan.
SUMBER DAN REFERENSI :
Nama : Sulthan Muhammad Rafli
Npm : 17116186
Kelas : 2ka04
Komentar
Posting Komentar